
Dalam sebuah keputusan yang mencerminkan komitmen terhadap keadilan sosial dan pelestarian lingkungan, Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) secara tegas menyatakan bahwa kepemilikan laut oleh individu atau kelompok adalah haram. Fatwa ini menjadi sorotan utama karena menegaskan prinsip-prinsip Islam yang menekankan pengelolaan sumber daya alam untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi atau segelintir pihak.
Keputusan ini diambil setelah melalui diskusi mendalam antara para ulama, cendekiawan, dan pakar dalam forum Munas Alim Ulama NU. Mereka menilai bahwa laut sebagai bagian dari karunia Allah SWT adalah milik umum yang harus dimanfaatkan secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat. “Kepemilikan eksklusif atas laut bertentangan dengan ajaran Islam yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan bersama,” ujar salah satu perwakilan ulama dalam sidang pleno.
Fatwa ini juga didasarkan pada fakta bahwa praktik kepemilikan laut sering kali memicu ketimpangan sosial dan kerusakan ekologis. Banyak kasus menunjukkan bahwa pihak-pihak tertentu menguasai wilayah laut untuk kepentingan bisnis, seperti tambak besar-besaran, penambangan pasir laut, atau pariwisata eksklusif, yang justru merugikan nelayan kecil dan merusak ekosistem laut. Hal ini dinilai tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai agama, tetapi juga berpotensi mengancam keberlanjutan sumber daya kelautan.
Para ulama menegaskan bahwa laut adalah amanah yang harus dikelola dengan bijak. Penggunaannya harus memperhatikan prinsip keberlanjutan dan kemaslahatan umum. Misalnya, aktivitas ekonomi di laut harus memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar tanpa merusak ekosistem. Selain itu, fatwa ini juga mengingatkan pentingnya menjaga kelestarian laut sebagai bagian dari tanggung jawab moral manusia kepada Allah SWT.
Reaksi terhadap fatwa ini cukup beragam. Sebagian kalangan menyambut positif langkah ini sebagai upaya untuk melindungi hak-hak masyarakat pesisir dan menjaga keberlanjutan lingkungan. “Fatwa ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana penguasaan laut oleh segelintir pihak telah menyengsarakan banyak nelayan tradisional,” kata seorang aktivis lingkungan. Ia berharap fatwa ini dapat menjadi landasan moral untuk mendorong regulasi yang lebih ketat terkait pengelolaan laut.
Namun, ada juga pihak yang mempertanyakan implementasi fatwa ini di lapangan. Beberapa pengusaha mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini dapat menghambat investasi di sektor kelautan. Untuk itu, mereka meminta agar pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya mencari solusi yang seimbang antara keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi.
Pengamat hukum Islam menilai bahwa fatwa ini memiliki implikasi signifikan dalam membentuk kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya menjaga sumber daya alam. “Fatwa ini bukan sekadar larangan, tetapi juga seruan untuk bertindak secara adil dan bertanggung jawab terhadap lingkungan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa fatwa ini bisa menjadi pijakan bagi pembuatan kebijakan publik yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Bagi Nahdlatul Ulama, fatwa ini merupakan bagian dari upaya untuk menghidupkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin, yaitu Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Dengan menegaskan larangan kepemilikan laut, NU ingin mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga keberlangsungan sumber daya alam demi kesejahteraan generasi mendatang.
Ke depan, fatwa ini diharapkan tidak hanya menjadi pedoman spiritual, tetapi juga mendorong gerakan nyata dalam melindungi laut sebagai warisan bersama. Dengan kolaborasi antara ulama, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan laut Indonesia tetap lestari dan bermanfaat bagi semua.
Discover more from Berita Terkini
Subscribe to get the latest posts sent to your email.