
Jakarta – Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, mengungkapkan kesulitan dalam mengeksekusi hukuman mati terhadap terpidana di Indonesia. Menurutnya, hingga saat ini, terdapat sekitar 300 terpidana hukuman mati yang belum dieksekusi karena berbagai kendala, termasuk proses hukum yang berlarut-larut dan tekanan dari berbagai pihak.
Burhanuddin menyatakan bahwa eksekusi hukuman mati di Indonesia seringkali terhambat oleh proses banding, peninjauan kembali (PK), serta intervensi dari organisasi hak asasi manusia (HAM) baik dalam maupun luar negeri. “Ini bukan perkara mudah. Ada banyak faktor yang membuat eksekusi hukuman mati sulit dilakukan, padahal putusan pengadilan sudah berkekuatan hukum tetap,” ujar Burhanuddin dalam sebuah pertemuan dengan media.
Jaksa Agung juga mengungkapkan bahwa sebagian terpidana hukuman mati telah lolos dari eksekusi karena alasan kesehatan, usia lanjut, atau bahkan karena adanya kebijakan moratorium hukuman mati yang sempat diberlakukan. “Ada sekitar 300 terpidana yang seharusnya sudah dieksekusi, tapi karena berbagai alasan, mereka masih berada di penjara,” tambahnya.
Burhanuddin menegaskan bahwa Kejaksaan Agung tetap berkomitmen untuk menjalankan putusan pengadilan, termasuk hukuman mati, sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, ia mengakui bahwa proses eksekusi membutuhkan koordinasi dan persiapan yang matang, termasuk dukungan dari berbagai pihak.
Kasus hukuman mati di Indonesia seringkali menjadi sorotan internasional, terutama dari organisasi HAM yang menentang praktik tersebut. Namun, Burhanuddin menegaskan bahwa Indonesia memiliki kedaulatan untuk menjalankan hukumnya sendiri. “Kita harus menghormati proses hukum di negara kita sendiri. Hukuman mati adalah bagian dari sistem peradilan kita, dan itu harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab,” tegasnya.
Di sisi lain, para ahli hukum dan aktivis HAM dalam negeri juga memberikan tanggapan beragam. Sebagian mendukung eksekusi hukuman mati sebagai bentuk penegakan hukum, sementara yang lain menyerukan agar Indonesia mempertimbangkan kembali penggunaan hukuman mati dan beralih ke hukuman seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan.
Dengan adanya penjelasan dari Jaksa Agung ini, diharapkan masyarakat dapat memahami kompleksitas dan tantangan dalam mengeksekusi hukuman mati di Indonesia. Ke depan, diperlukan langkah-langkah strategis untuk memastikan bahwa proses hukum dapat berjalan efektif tanpa mengabaikan prinsip keadilan dan hak asasi manusia.
Discover more from Berita Terkini
Subscribe to get the latest posts sent to your email.