Breaking News

Indonesia Disebut “Negara Pungli”: Sorotan Tajam di Balik Seruan #KaburAjaDulu

Indonesia kembali menjadi sorotan tajam, kali ini terkait isu praktik pungutan liar (pungli) yang dinilai merajalela di berbagai sektor kehidupan. Kritik pedas datang dari kalangan masyarakat hingga pengamat, yang menyebut Indonesia sebagai “negara pungli” akibat maraknya praktik tidak transparan yang kerap ditemui dalam pelayanan publik, birokrasi, hingga sistem perizinan. Isu ini semakin mengemuka setelah tagar #KaburAjaDulu viral di media sosial, mencerminkan kekecewaan publik terhadap kondisi tersebut.

Tagar #KaburAjaDulu pertama kali muncul sebagai bentuk protes terhadap berbagai praktik pungli yang dirasakan oleh masyarakat sehari-hari. Mulai dari urusan administrasi seperti pembuatan KTP, SIM, atau paspor, hingga proses perizinan usaha dan proyek-proyek infrastruktur, banyak warga yang mengaku dipaksa membayar “uang pelicin” untuk mempercepat layanan atau bahkan sekadar mendapatkan hak mereka. “Kalau mau lancar, ya bayar saja. Kalau tidak, siap-siap antre lama atau malah tidak selesai,” keluh salah satu warganet dalam cuitannya.

Pengamat ekonomi politik, Dr. Ahmad Fauzi, menilai bahwa praktik pungli bukan hanya masalah individu, tetapi juga cerminan dari sistem yang lemah dan minim pengawasan. “Ini adalah penyakit sistemik yang sudah lama mengakar di Indonesia. Birokrasi kita masih sangat rentan terhadap korupsi kecil-kecilan, yang pada akhirnya merugikan masyarakat dan menghambat investasi serta pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam sebuah diskusi daring.

Seruan #KaburAjaDulu juga mencerminkan frustrasi generasi muda yang merasa masa depan mereka terancam oleh sistem yang tidak adil. Sebagian besar netizen yang menggunakan tagar ini mengaku ingin meninggalkan Indonesia demi mencari lingkungan yang lebih bersih dan transparan. “Di sini, segalanya harus bayar. Mau sekolah, kerja, bahkan bikin usaha pun ada ‘tiket’ terselubung. Capek rasanya hidup di negara seperti ini,” tulis salah satu pengguna Twitter.

Namun, tidak semua orang sepakat dengan seruan untuk “kabur”. Beberapa aktivis antikorupsi justru menyerukan agar masyarakat tetap tinggal dan berjuang untuk perubahan. “Kita tidak bisa menyerah begitu saja. Justru dengan bertahan dan bersuara, kita bisa mendorong reformasi sistemik. Kabur hanya solusi sementara, tapi tidak menyelesaikan akar masalah,” kata Siti Nurhaliza, seorang aktivis transparansi.

Pemerintah sendiri belum memberikan tanggapan resmi terkait viralnya tagar ini. Namun, beberapa pejabat daerah mulai angkat bicara. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, misalnya, menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya memperbaiki sistem pelayanan publik melalui digitalisasi. “Kami sedang mengembangkan aplikasi yang memungkinkan masyarakat mengurus dokumen tanpa harus bertemu petugas. Ini salah satu cara untuk meminimalisir pungli,” katanya.

Meski demikian, upaya digitalisasi sering kali terkendala oleh keterbatasan infrastruktur dan rendahnya literasi teknologi di beberapa wilayah. Pengamat teknologi informasi, Rudi Hartono, menilai bahwa transformasi digital memang penting, namun harus diimbangi dengan edukasi kepada masyarakat agar dapat memanfaatkannya secara optimal. “Digitalisasi bukan obat mujarab jika tidak didukung oleh kesadaran kolektif untuk meninggalkan budaya pungli,” tambahnya.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bahwa pungli adalah bentuk korupsi yang merugikan negara dan harus dilawan bersama. “Setiap rupiah yang hilang akibat pungli adalah uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk pembangunan. Kami mengajak masyarakat untuk melapor jika menemukan praktik ini,” ujar juru bicara KPK.

Ke depan, tantangan terbesar bagi Indonesia adalah bagaimana menciptakan sistem yang transparan, efisien, dan bebas dari praktik pungli. Reformasi birokrasi, penegakan hukum yang tegas, serta partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci utama untuk mengatasi masalah ini.

Bagi sebagian orang, seruan #KaburAjaDulu mungkin terdengar ekstrem, namun pesan di baliknya jelas: masyarakat ingin perubahan nyata. Apakah pemerintah dan pemangku kepentingan mampu menjawab tantangan ini? Jawabannya akan menentukan apakah Indonesia bisa lepas dari julukan “negara pungli” atau justru semakin tenggelam dalam praktik-praktik yang merugikan rakyat.


Discover more from Berita Terkini

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

Discover more from Berita Terkini

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading