
Sidang sengketa antara dua advokat kondang, Razman Arif Nasution dan Hotman Paris Hutapea, yang digelar di Pengadilan Tinggi (PT) beberapa waktu lalu, berlangsung dalam suasana panas dan penuh ketegangan. Perseteruan hukum ini semakin memanas ketika salah satu pihak—dalam hal ini seorang advokat dari tim Razman—melakukan aksi kontroversial dengan naik ke meja sidang sebagai bentuk protes terhadap jalannya persidangan. Aksi ini memicu reaksi keras dari Mahkamah Agung (MA), yang menilai perilaku tersebut telah melanggar etika profesi dan merusak marwah pengadilan.
Insiden bermula saat sidang berlangsung alot akibat perdebatan sengit antara kedua belah pihak. Tim Razman merasa hak-hak prosedural mereka tidak diberikan secara adil oleh majelis hakim. Dalam situasi yang memanas, salah satu anggota tim Razman tiba-tiba naik ke meja sidang sambil mengenakan jubah advokat, sebagai simbol protes terhadap apa yang mereka nilai sebagai “ketidakadilan” dalam proses hukum. Aksi ini sontak membuat suasana sidang semakin gaduh dan menjadi sorotan publik.
Reaksi keras pun datang dari Mahkamah Agung (MA). Lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak dapat diterima karena dinilai melanggar kode etik profesi advokat serta norma-norma kesopanan di ruang sidang. “Aksi seperti ini mencoreng wibawa pengadilan dan merusak citra penegakan hukum di mata masyarakat,” ujar juru bicara MA dalam sebuah pernyataan resmi. MA bahkan meminta Dewan Kehormatan Peradi untuk menindaklanjuti insiden ini sebagai pelanggaran serius terhadap etika profesi.
Sementara itu, Hotman Paris melalui kuasa hukumnya menilai bahwa aksi tersebut adalah bentuk provokasi yang tidak pantas dilakukan di ruang sidang. “Kami mendukung proses hukum yang transparan dan sesuai aturan. Namun, aksi seperti ini hanya akan merugikan semua pihak dan menciptakan preseden buruk bagi dunia hukum,” kata salah satu anggota tim Hotman.
Di sisi lain, Razman Arif Nasution membela tindakan timnya dengan alasan bahwa mereka merasa didiskriminasi selama proses persidangan. “Kami hanya ingin menunjukkan bahwa ada ketidakadilan dalam proses ini. Jika kami diam saja, maka keadilan tidak akan pernah ditegakkan,” ujar Razman dalam konferensi pers setelah sidang.
Namun, sikap ini menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk pengamat hukum dan praktisi peradilan. Sebagian besar menilai bahwa protes harus dilakukan secara profesional dan sesuai dengan koridor hukum, bukan dengan cara-cara yang justru merusak integritas lembaga peradilan. “Sebagai advokat, mereka seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat tentang bagaimana menggunakan hukum sebagai alat untuk mencari keadilan, bukan malah menciptakan kegaduhan,” kata seorang pengamat hukum.
Di media sosial, insiden ini langsung menjadi viral dan memicu perdebatan sengit di kalangan netizen. Ada yang mendukung langkah Razman sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan, namun banyak juga yang mengecam aksi tersebut sebagai tindakan tidak profesional. Tagar #EtikaAdvokat dan #ReformasiPeradilan pun ramai diperbincangkan di platform media sosial.
Ke depan, Dewan Kehormatan Peradi berencana memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam insiden ini untuk dimintai klarifikasi. Jika terbukti melanggar kode etik, sanksi tegas seperti pencabutan izin praktik advokat bisa diberikan sebagai bentuk efek jera. Sementara itu, MA juga menegaskan akan terus memantau jalannya persidangan untuk memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan sesuai aturan tanpa intervensi atau tekanan dari pihak manapun.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak bahwa ruang sidang adalah tempat untuk mencari keadilan, bukan arena pertikaian yang justru merusak integritas hukum. Bagaimanapun, kepercayaan publik terhadap sistem peradilan harus dipertahankan dengan menjaga profesionalisme dan etika dari semua pihak yang terlibat.
Discover more from Berita Terkini
Subscribe to get the latest posts sent to your email.