Breaking News

Sritex Resmi Tutup Per Hari Ini, PHK Total 10 Ribu Karyawan: Berikut 4 Fakta Penting

Industri tekstil Indonesia kembali terguncang dengan penutupan resmi PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pada Jumat (1/3). Perusahaan tekstil raksasa yang pernah menjadi kebanggaan nasional ini akhirnya menyerah setelah menghadapi berbagai tantangan ekonomi dan operasional. Penutupan ini juga menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) total sebanyak 10 ribu karyawan, meninggalkan dampak besar bagi tenaga kerja lokal dan perekonomian di wilayah Sukoharjo, Jawa Tengah.

Berikut adalah 4 fakta penting terkait penutupan Sritex:


1. Krisis Keuangan yang Berkepanjangan

Sritex telah lama berjuang melawan krisis keuangan yang memburuk sejak pandemi Covid-19. Penurunan permintaan global, tekanan utang, serta ketidakstabilan nilai tukar rupiah membuat perusahaan sulit untuk bertahan. Pada tahun-tahun terakhir, Sritex mencatat kerugian besar dalam laporan keuangannya, sementara beban utang mencapai angka triliunan rupiah. Upaya restrukturisasi utang yang dilakukan selama beberapa tahun gagal memberikan hasil signifikan, sehingga manajemen memutuskan untuk menghentikan operasi secara permanen.

“Kami telah berusaha keras untuk mempertahankan perusahaan, namun kondisi ekonomi global dan domestik membuat kami tidak memiliki pilihan lain,” ujar juru bicara Sritex dalam konferensi pers terakhir mereka.


2. PHK Total 10 Ribu Karyawan

Penutupan Sritex berdampak langsung pada nasib 10 ribu karyawan yang selama ini menggantungkan hidup dari perusahaan tersebut. Para pekerja akan menerima pesangon sesuai dengan ketentuan undang-undang ketenagakerjaan, tetapi jumlahnya dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang. Banyak karyawan yang telah bekerja puluhan tahun di Sritex merasa cemas tentang masa depan mereka.

“Saya sudah bekerja di sini selama 20 tahun. Sekarang saya harus mulai dari nol lagi di usia yang tidak muda. Ini sangat berat,” kata Ahmad, salah satu mantan karyawan Sritex, dengan nada sedih.

Pemerintah daerah berjanji akan membantu para mantan karyawan Sritex dengan program pelatihan keterampilan dan rekrutmen di perusahaan lain. Namun, banyak pihak meragukan efektivitas langkah ini mengingat jumlah pekerja yang sangat besar.


3. Dampak pada Industri Tekstil Nasional

Penutupan Sritex bukan hanya masalah internal perusahaan, tetapi juga mencerminkan tantangan besar yang dihadapi industri tekstil Indonesia. Sebagai salah satu eksportir tekstil terbesar di Asia Tenggara, kejatuhan Sritex menjadi alarm bagi pemerintah untuk lebih serius dalam mendukung sektor ini. Persaingan dengan produk impor murah dari negara seperti China dan India, ditambah dengan biaya produksi tinggi di dalam negeri, membuat banyak perusahaan tekstil lokal kesulitan bersaing.

Pengamat ekonomi, Dr. Andi Wijaya, menyebut bahwa kasus Sritex adalah “lonceng kematian” bagi industri tekstil jika tidak ada intervensi serius dari pemerintah. “Kita perlu kebijakan yang lebih progresif untuk melindungi industri tekstil nasional, seperti insentif pajak, subsidi energi, dan pembatasan impor produk tekstil murah,” katanya.


4. Warisan Besar yang Kini Pudar

Sritex didirikan pada tahun 1966 oleh HM Soedono dan sempat menjadi simbol kejayaan industri tekstil Indonesia. Perusahaan ini dikenal sebagai pemasok utama seragam militer untuk NATO dan berbagai merek fashion internasional ternama. Pada masa kejayaannya, Sritex mampu mengekspor produk ke lebih dari 50 negara dan menjadi salah satu tulang punggung ekspor non-migas Indonesia.

Namun, kemunduran drastis dalam beberapa tahun terakhir membuat nama besar Sritex perlahan memudar. Penutupan ini menandai akhir dari era kejayaan perusahaan yang pernah menjadi kebanggaan bangsa. “Sritex adalah bagian dari sejarah industri Indonesia. Melihatnya tutup hari ini adalah momen yang menyedihkan,” kata Rina Wijayanti, seorang pengamat industri tekstil.


Harapan untuk Masa Depan

Meskipun Sritex telah resmi tutup, banyak pihak berharap agar pemerintah dapat belajar dari kasus ini untuk mencegah kejatuhan perusahaan tekstil lainnya. Selain itu, upaya revitalisasi industri tekstil melalui inovasi teknologi dan diversifikasi produk juga dinilai penting untuk menjaga daya saing di pasar global.

Bagi para mantan karyawan Sritex, penutupan ini adalah awal dari perjuangan baru. Mereka berharap mendapatkan dukungan nyata dari pemerintah dan swasta agar bisa bangkit kembali. “Kami hanya ingin kepastian untuk masa depan. Semoga ada solusi konkret bagi kami,” ujar Siti Nurhayati, salah satu mantan karyawan.


Discover more from Berita Terkini

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

Discover more from Berita Terkini

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading