
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat (KDM) mengeluarkan kebijakan baru yang melarang sekolah-sekolah di wilayahnya mengadakan kegiatan study tour dan renang untuk sementara waktu. Selain itu, para guru juga diminta untuk tidak melakukan aktivitas “ngonten” di dalam kelas, seperti merekam atau memotret siswa untuk keperluan media sosial. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai upaya untuk meningkatkan fokus pada proses belajar-mengajar serta menjaga privasi dan keselamatan peserta didik.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan, keputusan ini diambil setelah mengevaluasi berbagai laporan terkait pelaksanaan kegiatan sekolah yang dinilai kurang memberikan manfaat langsung bagi pendidikan. Misalnya, banyak study tour yang lebih bersifat rekreasi daripada edukatif, sehingga cenderung menyita waktu dan anggaran tanpa hasil yang signifikan. Begitu pula dengan kegiatan renang, yang sering kali menimbulkan risiko keselamatan jika tidak dilakukan dengan pengawasan ketat.
“Kami ingin semua kegiatan sekolah benar-benar berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan. Untuk sementara, kami larang study tour dan renang agar sekolah bisa lebih fokus pada pembelajaran di kelas,” ujar Kepala Dinas Pendidikan dalam konferensi pers.
Selain itu, aturan tentang larangan “ngonten” di kelas juga menjadi sorotan utama. Fenomena guru yang merekam atau memotret siswa untuk diunggah ke media sosial dinilai dapat mengganggu proses pembelajaran. Tidak hanya itu, praktik ini juga berpotensi melanggar privasi siswa jika tidak mendapatkan izin resmi dari orang tua atau wali murid.
“Media sosial adalah alat yang baik jika digunakan secara bijak. Namun, di lingkungan sekolah, fokus utama harus tetap pada pembelajaran. Guru harus menjadi teladan dalam menjaga profesionalisme, termasuk tidak menggunakan momen di kelas untuk konten pribadi,” tambahnya.
Kebijakan ini mendapat tanggapan beragam dari kalangan pendidik dan masyarakat. Sebagian guru menyambut positif langkah ini karena dianggap dapat membantu mereka lebih fokus pada tugas utama, yaitu mendidik siswa. “Kami setuju dengan larangan ini. Selama ini, ada tekanan terselubung untuk membuat konten agar terlihat aktif di media sosial. Padahal, waktu tersebut bisa digunakan untuk mempersiapkan materi pembelajaran yang lebih berkualitas,” kata salah seorang guru di Bandung.
Namun, ada juga yang merasa kebijakan ini terlalu ketat, terutama terkait pelarangan study tour . Menurut mereka, kegiatan tersebut memiliki nilai edukatif jika direncanakan dengan baik, seperti memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang ilmu pengetahuan di luar kelas. “Jika dikelola dengan baik, study tour bisa menjadi sarana pembelajaran yang efektif. Kami berharap ada evaluasi lebih lanjut agar kegiatan ini bisa kembali dilakukan dengan standar yang lebih ketat,” ujar seorang kepala sekolah.
Sementara itu, orang tua siswa umumnya mendukung kebijakan ini, terutama larangan “ngonten” di kelas. Mereka khawatir jika foto atau video anak-anak mereka tersebar di media sosial tanpa izin, hal itu dapat menimbulkan risiko privasi atau bahkan penyalahgunaan data. “Kami ingin anak-anak fokus belajar, bukan jadi bahan konten. Ini langkah yang tepat untuk melindungi mereka,” kata salah seorang wali murid.
Pengamat pendidikan menilai bahwa kebijakan ini adalah langkah progresif untuk memperbaiki sistem pendidikan di Jawa Barat. Namun, mereka juga menekankan pentingnya keseimbangan antara disiplin dan fleksibilitas. “Kebijakan ini harus diimbangi dengan pelatihan bagi guru agar mereka mampu menciptakan metode pembelajaran yang inovatif tanpa bergantung pada kegiatan eksternal seperti study tour ,” kata seorang pakar pendidikan.
Ke depan, Dinas Pendidikan Jabar berencana untuk terus memantau implementasi kebijakan ini dan mengevaluasi dampaknya terhadap kualitas pendidikan. Jika berhasil, langkah ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik serta menjaga hak-hak siswa selama proses belajar-mengajar.
Discover more from Berita Terkini
Subscribe to get the latest posts sent to your email.