
Jakarta – Dalam upaya melindungi pengguna remaja dari potensi risiko online, Instagram baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru yang membatasi aktivitas akun pengguna di bawah usia 18 tahun. Kebijakan ini mencakup pembatasan interaksi dengan konten dewasa, pengurangan rekomendasi konten sensitif, serta peningkatan privasi default untuk akun remaja. Namun, muncul pertanyaan besar: bagaimana jika ada pengguna yang sengaja memalsukan usia mereka untuk menghindari pembatasan tersebut?
Kebijakan ini dirancang untuk memberikan perlindungan lebih kepada remaja yang rentan terhadap ancaman dunia maya, seperti perundungan siber (cyberbullying), eksploitasi data pribadi, hingga paparan konten berbahaya. Meski langkah ini disambut baik oleh banyak pihak, termasuk orang tua dan organisasi perlindungan anak, tantangan utama tetap ada: kemungkinan pemalsuan usia saat membuat akun.
“Kami menyadari bahwa beberapa individu mungkin mencoba memalsukan usia mereka untuk mengakses fitur-fitur yang dibatasi,” ujar juru bicara Instagram dalam keterangan resminya, Kamis (12/10). Untuk mengatasi hal ini, Instagram mengatakan sedang mengembangkan teknologi canggih berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dapat mendeteksi ketidaksesuaian informasi usia secara otomatis.
Selain itu, platform ini juga akan bekerja sama dengan pihak ketiga, seperti lembaga verifikasi identitas, untuk memastikan akurasi data pengguna. “Jika kami menemukan indikasi bahwa seseorang memalsukan usia mereka, kami akan mengambil tindakan, termasuk meminta verifikasi tambahan atau bahkan menonaktifkan akun tersebut,” tambah juru bicara tersebut.
Namun, para ahli keamanan siber menilai bahwa solusi ini tidak sepenuhnya sempurna. “Teknologi AI memang membantu, tapi masih ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna nakal. Misalnya, dengan menggunakan dokumen palsu atau meminjam identitas orang lain,” kata seorang pakar keamanan digital dalam wawancaranya dengan media.
Untuk mengantisipasi hal ini, Instagram juga mengimbau peran aktif orang tua dalam mengawasi aktivitas online anak-anak mereka. Platform tersebut menyediakan panduan bagi orang tua tentang cara memantau penggunaan media sosial anak, termasuk memastikan bahwa informasi usia yang dimasukkan benar dan sesuai.
Di sisi lain, beberapa pengguna remaja mengaku frustrasi dengan pembatasan ini. Mereka merasa bahwa kebijakan ini membatasi kebebasan mereka untuk mengeksplorasi platform secara maksimal. “Saya mengerti ini demi keamanan, tapi kadang rasanya seperti dikekang,” ujar salah satu remaja pengguna Instagram.
Meski demikian, banyak pihak tetap mendukung langkah Instagram untuk memprioritaskan keselamatan pengguna muda. “Ini adalah langkah maju yang penting dalam menciptakan internet yang lebih aman bagi generasi muda,” kata seorang aktivis perlindungan anak.
Ke depan, tantangan terbesar bagi Instagram adalah menemukan keseimbangan antara melindungi pengguna remaja dan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab. Dengan kombinasi teknologi mutakhir, kolaborasi lintas sektor, dan edukasi kepada masyarakat, diharapkan platform ini dapat menjadi ruang yang lebih aman dan inklusif bagi semua pengguna, terlepas dari usia mereka.
Bagaimanapun, kebijakan ini mengingatkan kita bahwa perlindungan anak di dunia digital adalah tanggung jawab bersama—bukan hanya platform media sosial, tetapi juga orang tua, pendidik, dan masyarakat secara keseluruhan.
Discover more from Berita Terkini
Subscribe to get the latest posts sent to your email.