
Setelah sempat bungkam selama beberapa waktu, Band Sukatani akhirnya angkat bicara terkait insiden yang mereka alami. Dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (1/3), para personel band tersebut mengungkapkan bahwa mereka telah menjadi korban tekanan dan intimidasi oleh aparat kepolisian. Pengakuan ini pun memicu sorotan tajam dari masyarakat dan aktivis hak asasi manusia (HAM) terhadap praktik penegakan hukum di Indonesia.
Pengakuan Band Sukatani
Band yang dikenal dengan lagu-lagu bernuansa kritik sosial ini menyebut bahwa intimidasi terjadi setelah mereka merilis single terbaru yang dianggap “mengkritisi kebijakan pemerintah.” Salah satu personel, Ahmad Fauzi, menjelaskan bahwa mereka mulai menerima panggilan berulang dari kepolisian sejak lagu tersebut viral di media sosial.
“Kami dipanggil tanpa ada surat resmi, hanya melalui telepon. Saat datang, kami merasa diperlakukan seperti tersangka kriminal. Ada tekanan psikologis yang sangat kuat,” ujar Ahmad dalam pernyataannya.
Lebih lanjut, mereka mengaku mendapatkan ancaman halus untuk tidak lagi memproduksi lagu-lagu dengan tema serupa. Bahkan, salah satu anggota band mengungkapkan bahwa mereka sempat diminta menandatangani surat pernyataan yang isinya melarang mereka berkarya secara bebas. “Kami merasa hak berekspresi kami dilanggar,” tambah Rina Wijayanti, vokalis Band Sukatani.
Tanggapan Masyarakat dan Aktivis HAM
Pengakuan Band Sukatani langsung memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak pihak mengecam tindakan aparat yang dinilai melampaui batas dan bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin oleh undang-undang. “Ini adalah bentuk pembungkaman terhadap seniman yang mencoba menyuarakan realitas sosial. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata Dr. Andi Wijaya, seorang pengamat kebijakan publik.
Aktivis HAM juga turut bersuara. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Maria Susanti, menegaskan bahwa tindakan intimidasi terhadap Band Sukatani merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. “Kebebasan berekspresi adalah hak fundamental yang harus dilindungi. Tindakan intimidasi ini justru mencerminkan ketidakdewasaan dalam menangani kritik,” ujarnya.
Di media sosial, tagar #BebaskanSukatani dan #SeniTanpaTakut ramai diperbincangkan. Banyak netizen menyerukan dukungan kepada band tersebut agar tetap melanjutkan karya-karyanya tanpa rasa takut. “Seni adalah suara hati rakyat. Jangan biarkan siapa pun membungkamnya,” tulis salah satu warganet.
Penjelasan dari Pihak Kepolisian
Menanggapi tuduhan ini, pihak kepolisian memberikan klarifikasi melalui juru bicara resmi. Menurut mereka, pemanggilan Band Sukatani bukanlah bentuk intimidasi, melainkan bagian dari proses penyelidikan terkait laporan yang diterima. “Ada pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan lirik lagu tersebut. Kami hanya melakukan tugas sesuai prosedur,” kata Komisaris Polisi Arif Rahman.
Namun, penjelasan ini tidak sepenuhnya diterima oleh publik. Banyak yang mempertanyakan urgensi pemanggilan tersebut, terutama karena lagu tersebut tidak mengandung unsur pidana yang jelas. “Jika ada pihak yang merasa dirugikan, seharusnya masalah ini diselesaikan melalui dialog, bukan dengan tekanan yang berpotensi melanggar HAM,” kata pengamat hukum, Dr. Siti Nurhayati.
Dampak pada Dunia Seni dan Musik
Insiden ini menjadi tamparan keras bagi dunia seni dan musik di Indonesia. Banyak seniman khawatir bahwa kejadian serupa dapat terjadi pada mereka jika karya mereka dianggap “terlalu kritis.” Hal ini berpotensi membatasi ruang kreativitas dan membuat seniman enggan menyuarakan isu-isu penting dalam karya mereka.
“Kami berharap kasus ini menjadi momentum untuk mereformasi cara penegakan hukum terhadap seniman. Jangan sampai seniman takut berkarya karena takut dipersekusi,” kata Aditya Pratama, seorang musisi independen.
Langkah Hukum dan Harapan ke Depan
Band Sukatani menyatakan bahwa mereka akan mengambil langkah hukum untuk melawan tindakan intimidasi yang mereka alami. Mereka berencana melaporkan kasus ini kepada Komnas HAM dan lembaga terkait lainnya. “Kami tidak ingin ini terjadi pada seniman lain. Kami akan berjuang untuk keadilan,” tegas Ahmad.
Sementara itu, masyarakat berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum lebih bijak dalam menyikapi kritik sosial melalui seni. “Seni adalah cerminan dari realitas masyarakat. Alih-alih membungkam, kita harus belajar dari kritik yang disampaikan,” kata Dr. Andi Wijaya.
Akhirnya, pengakuan Band Sukatani ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berekspresi adalah hak asasi yang harus dihormati. Semoga insiden ini menjadi titik balik untuk memperkuat perlindungan terhadap seniman dan kebebasan berkespresi di Indonesia.
Discover more from Berita Terkini
Subscribe to get the latest posts sent to your email.